Nelangsa Pasar Turi – Bilal Indrajaya: Debut Penuh Emosi dengan Nuansa Nostalgia Pop Indonesia


Album Nelangsa Pasar Turi dari Bilal Indrajaya memang memberikan pengalaman musik yang menarik dari awal sampai akhir. Dalam album debut solonya ini, Bilal bekerja sama dengan sederet produser kenamaan, mulai dari Lafa Pratomo, Vega Antares, Kurosuke, hingga Laleilmanino. Pilihan kolaborasi ini menghadirkan banyak warna, tapi anehnya, alih-alih membuat albumnya terasa campur-aduk, justru membuatnya lebih kaya dan tetap kohesif. Lagu-lagunya terasa saling melengkapi dengan berbagai elemen yang bikin pendengar terpaku.

Setiap trek di album ini memiliki karakter tersendiri, namun tetap terjalin dalam satu narasi yang utuh. “Juanda,” yang jadi pembuka, langsung ngegas dengan vibe rock yang penuh distorsi gitar dan riff energik, mungkin sedikit mengejutkan buat yang mengharapkan musik pop-folk ringan ala Bilal sebelumnya. Ada nuansa tribute kepada band legendaris Dewa 19 yang jelas terasa di sini dengan lirik kayak ‘Aku di sini untukmu’ dan ’Kamulah satu-satunya.’  Nggak heran, Vega Antares yang sering manggung bareng Dewa bawa pengaruh kuat di lagu ini.

Meskipun ada banyak elemen nostalgia yang tersemat dalam setiap lagu, Bilal berhasil menambahkan sentuhan modern yang fresh. Vokalnya yang dalam dan berkarakter memberikan warna yang berbeda, jauh dari tren vokal ringan yang banyak menguasai industri musik saat ini. Di lagu “Bermuda,” misalnya, Bilal berani menjelajahi berbagai dinamika vokal. Dia membawa kita bermain dalam alunan emosional yang kadang penuh kejutan.

Kalau kamu suka lagu-lagu dengan vibe yang lebih melankolis, coba dengerin Sembilan Jam Dari Gambir. Lagu ini diaransemen Lafa Pratomo dengan beat yang unik serta melodi gitar dan piano yang terasa ringan, tapi tetap emosional. Ada kesan mengawang yang bikin lagu ini menonjol di album. Lagu ini jadi favorit banyak orang karena vibes-nya yang dreamy tapi tetap punya groove.

Salah satu trek yang standout adalah “Dara”, yang ngasih nuansa pertemuan antara musik lawas dan modern. Diproduksi oleh Ilman Ibrahim dari Maliq & d'Essentials bersama Kurosuke, jadi ada sentuhan pop yang fresh tapi tetap soulful. Dan lagu ini sukses memberikan keseimbangan antara nostalgia dan sentuhan kekinian.

Di bagian akhir album, “Dalam Pelukan” menawarkan penutup yang manis dan memuaskan. Ketika alunan piano dan synthesizer menyatu, pendengar seolah diajak untuk bernafas sejenak, merenungi segala yang telah didengar sebelumnya. Bilal menutup album dengan nada yang bittersweet, membiarkan kita merasakan semua emosi yang tercurah selama perjalanan ini.

Yang menarik lagi, Bilal tetap mempertahankan ciri khasnya, judul-judul lagunya sering nggak muncul dalam lirik, seperti di lagu Sembilan Jam Dari Gambir dan Nelangsa Pasar Turi. Judul-judulnya sangat menggambarkan potongan-potongan perjalanan hidup yang dia alami. Tema perjalanan dan perpisahan cukup kuat di album ini, dan Bilal merangkainya dengan gaya penceritaan yang penuh perasaan.

Bilal berusaha menjadikan album ini sebagai jurnal perjalanan. Momen-momen bahagia dan penuh kesedihan dikemas dengan indah dalam setiap bait. Dia menuturkan bagaimana stasiun dan bandara bukan hanya tempat transit, tapi juga tempat bersejarah yang menyimpan kenangan manis dan pahit. Hal ini membuat kita lebih terhubung dengan cerita yang dia sampaikan.

Meski tema yang diangkat cukup berat, album ini tidak terasa kelam. Justru, ada semangat dan harapan yang terpancar dari setiap lagu. Bilal berhasil menyeimbangkan antara kesedihan dan harapan, mengajak pendengar merasakan bahwa di tengah kegetiran, selalu ada jalan untuk kembali bangkit dan merajut kembali impian.

Nelangsa Pasar Turi bukan hanya sebuah karya yang memuaskan telinga, tetapi juga menggetarkan hati. Bilal Indrajaya dengan cerdas menggabungkan elemen musik pop, jazz, rock, dan funk dengan lirik yang puitis dan mendalam, dan semuanya blend dengan natural dalam sembilan trek yang ada.

Lebih baru Lebih lama